REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indikator Politik Indonesia mencatat bahwa elektabilitas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) masih yang tertinggi setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Elektabilitas partai berlambang kepala banteng itu mencapai 25,2 persen.
Indikator Politik Indonesia juga mencatat alasan responden dalam memilih PDIP. Alasan utama pemilih PDIP adalah karena kebiasaan memilih partai tersebut, dengan persentase 28,4 persen. Yang menarik, alasan terbesar kedua pemilih PDIP adalah karena sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Dalam PDIP menariknya, 23,9 persen memilih PDIP karena suka dengan Pak Jokowi. Jadi, magnet PDIP di sini adalah karena kekuatan Pak Jokowi,” ujar Hendro Prasetyo, peneliti utama Indikator Politik Indonesia.
Namun, pemilih PDIP yang memilih karena sosok Megawati Soekarnoputri justru sangat kecil, hanya sebesar 2,2 persen. Padahal, Megawati adalah ketua umum partai tersebut.
Hal ini membuat peneliti menyimpulkan bahwa wajar jika ada anggapan bahwa partai politik adalah kelompok pendukung sosok tertentu. Namun, yang menarik terjadi dalam PDIP, di mana Megawati justru kalah pamor dari Jokowi yang sebenarnya hanya kader biasa di partai.
“Jadi, asosiasi Pak Jokowi dengan PDIP masih kuat,” ujar Hendro.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menjelaskan bahwa data ini menarik mengingat adanya konflik antara Jokowi dan Megawati. Terutama setelah putusan MK yang memungkinkan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden dari Prabowo Subianto.