TEMPO.CO, Jakarta – Konektivitas laut dan atmosfer berperan dalam perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon tropis yang lebih dahsyat adalah hasilnya.
Administrator Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) Amerika Serikat, Richard Spinrad, menyampaikan hal tersebut dalam diskusi di Jakarta, Kamis 18 April 2024. Dia menjelaskan bahwa konektivitas membuat lautan mereguk atmosfir, dan atmosfir menggerakkan lautan global.
Spinrad menjelaskan bahwa sebanyak 90 persen kelebihan panas dari pembakaran bahan bakar fosil dan karbon dioksida di atmosfer diserap oleh lautan. Namun, dia menambahkan bahwa 10 tahun yang lalu, hal tersebut masih belum diketahui.
“Bayangkan semua energi tersebut terdapat di lautan,” ujar Spinrad sambil menyoroti dampaknya seperti siklon, badai, dan cuaca yang lebih ekstrim. Spinrad juga menunjukkan pengaruh El Nino, La Nina, dan Dipol Samudera Hindia terhadap cuaca dan iklim.
Spinrad, yang juga Wakil Menteri Perdagangan untuk Kelautan dan Atmosfer di AS, mengungkapkan bahwa hal tersebut juga menjadi perhatian di negaranya serta di Afrika dan Eropa. Konsep telekoneksinya mengatakan bahwa apa yang terjadi di Samudera Hindia dan Pasifik akan mempengaruhi pola cuaca global.
Intan Suci Nurhati, peneliti di Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), menambahkan bahwa selain suhu laut yang meningkat, juga terdapat masalah pengasaman laut akibat penyerapan 90 persen kelebihan panas dari gas rumah kaca oleh lautan. “Jadi, melindungi lautan adalah suatu tindakan yang sangat etis,” katanya.
Pilihan Editor: WhatsApp Luncurkan Fitur Filter Obrolan untuk Masalah Chat yang Sering Tenggelam