MUI Stresses the Importance of Continuing the Boycott of Pro-Israel Products

by -71 Views
MUI Stresses the Importance of Continuing the Boycott of Pro-Israel Products

Boikot produk terafiliasi atau pro-Israel di Indonesia mulai memiliki dampak. Sejumlah pengusaha telah menyampaikan kekhawatiran mereka kepada para ulama dan pemerintah. Terbitnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 83 Tahun 2023 tentang Undang-Undang untuk Mendukung Perjuangan Palestina tidak dapat dihindari agar pengusaha berkeringat dingin.

Di luar negeri, sejumlah outlet yang dimiliki oleh perusahaan multinasional yang dianggap pro-Israel sudah mulai merasakan dampaknya. Toko kopi Starbucks dan toko ritel H&M di Maroko dinyatakan bangkrut dan akan ditutup pada akhir 2023. Restoran waralaba siap makan McDonald’s di hampir semua negara di Timur Tengah tiba-tiba sepi dari pengunjung.

Saham induk perusahaan pro-Israel di bursa saham WallStreet, Amerika Serikat (AS), juga terpengaruh. Bagaimana dengan Indonesia? “Nyala boikot terhadap produk perusahaan yang terkait dengan negara Zionis Israel harus tetap dijaga,” kata anggota MUI Ikhsan Abdullah saat dikonfirmasi di Jakarta seperti dikutip Rabu (20/12/2023).

“Pada saat yang sama, kita juga harus mampu memanfaatkan momentum ini untuk mendorong produk yang sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan Indonesia untuk bangkit dan berhasil,” kata Ikhsan, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch.

Menurut Ikhsan, saat ini bisa dilihat sejauh mana Fatwa MUI dipatuhi oleh masyarakat. “Dengan boikot, kita pertama kali mendapatkan masukan bahwa masyarakat patuh pada fatwa MUI. Kita bisa lihat, mereka meninggalkan produk global yang dicurigai mendukung Israel dan beralih ke produk yang sepenuhnya dibuat oleh perusahaan Indonesia,” katanya.

“Jika mereka meninggalkan produk merek tertentu, sekarang mereka (konsumen) beralih ke merek yang sepenuhnya dibuat oleh industri Indonesia yang setara dalam kualitas,” kata Ikhsan.

Dia menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan asli Indonesia tentu dapat memanfaatkan momentum ini dengan bertindak cepat dalam antisipasi perubahan pilihan konsumen. Sejauh ini dapat dilihat, katanya, bahwa orang-orang yang beralih ke produk buatan perusahaan Indonesia ternyata mampu beradaptasi.

“Bukti tersebut bagi yang telah beralih ke produk lain, seperti air minum dan produk makanan, sejak boikot berlaku, semuanya berjalan lancar,” kata Ikhsan.

Meskipun demikian, Ikhsan menegaskan bahwa fatwa MUI hanya mendukung sikapnya, karena MUI tidak akan bisa mencantumkan daftar nama produk yang terkait dengan Israel yang harus dihindari oleh masyarakat Indonesia.

“Setidaknya kita harus diberitahu bahwa manfaat sampingan dari boikot adalah peningkatan produk perusahaan-perusahaan nasional. Misalnya, kosmetik, makanan, dan minuman, yang digunakan sehari-hari. Anda bisa melihat, produk nasional apapun meningkat seiring dengan dampak boikot,” kata Ikhsan.