Istana Merespons Penunjukan Gubernur oleh Presiden dalam RUU DKJ

by -109 Views
Istana Merespons Penunjukan Gubernur oleh Presiden dalam RUU DKJ

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koordinator Staf Khusus Presiden RI, Ari Dwipayana mengatakan, pemerintah saat ini tengah menunggu surat resmi dari DPR terkait naskah Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Hal ini disampaikannya menanggapi polemik penunjukan langsung gubernur Jakarta di RUU DKJ. Ari menyampaikan, RUU DKJ tersebut merupakan inisiatif dari DPR. “Perlu diketahui bahwa RUU Daerah Khusus Jakarta merupakan RUU inisiatif DPR. Saat ini, Pemerintah menunggu surat resmi dari DPR yang menyampaikan naskah RUU DKJ,” kata Ari kepada wartawan, Rabu (6/12/2023). Setelah menerima naskah RUU DKJ, Presiden akan menunjuk sejumlah menteri untuk menyiapkan Daftar Investarisasi Masalah (DIM) pemerintah. Ari mengatakan, pemerintah terbuka terhadap masukan berbagai pihak dalam proses penyusunannya. “Dalam rangka penyusunan DIM, pemerintah terbuka terhadap masukan berbagai pihak,” ujarnya. Ari melanjutkan, setelah DIM pemerintah disusun, Presiden akan menyurati DPR dan menunjuk sejumlah menteri untuk melakukan pembahasan dengan DPR. “Proses berikutnya, Presiden menyurati DPR menunjuk sejumlah menteri yang mewakili pemerintah dalam pembahasan dengan DPR, disertai DIM pemerintah,” kata dia.

Seperti diketahui, adanya pasal penunjukan langsung gubernur Jakarta di RUU DKJ mendapatkan sorotan dari berbagai fraksi di DPR. Mereka pun ramai-ramai menolak. Baleg DPR telah menetapkan draf hasil penyusunan RUU DKJ. Fraksi PDIP, Fraksi Gerindra, Fraksi PPP, dan Fraksi Demokrat setuju dengan draf penyusunan RUU DKJ. Sementara itu, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, dan Fraksi PAN menyatakan setuju dengan catatan. Satu menolak, yakni Fraksi PKS. Dalam salah satu pasalnya disebutkan, gubernur dan wakil gubernur Jakarta akan ditunjuk oleh presiden. Pasal tersebut menuai kritik dari banyak pihak dan dinilai semakin menunjukkan upaya mengerdilkan demokrasi. Di Pasal 10 ayat 1 dikatakan, Provinsi DKJ dipimpin oleh gubernur dan dibantu oleh wakil gubernur. Ayat 2 secara gamblang menyebut gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD. Poin inilah yang menuai polemik dan dinilai sebagai upaya pembajakan demokrasi. Ayat 3 di pasal yang sama disebutkan, masa jabatan gubernur dan wakil gubernur selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Ayat 4, ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian gubernur dan wakil gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dengan peraturan pemerintah (PP). Sementara itu, di Pasal 4, Provinsi DKJ disebut nantinya akan menjadi pusat perekonomian nasional kota global dan kawasan aglomerasi. Sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat 2, berfungsi sebagai pusat perdagangan.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi menjelaskan maksud pemilihan gubernur Jakarta yang diatur dalam RUU DKJ. Menurut dia, hal tersebut tak menghilangkan demokrasi sepenuhnya. “Gubernur Jakarta itu diangkat diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD. Sehingga usulan atau pendapat dari DPRD itu, DPRD akan bersidang siapa nama-nama yang akan diusulkan,” ujar Baidowi kepada wartawan, Selasa (5/12/2023). “Itu proses demokrasinya di situ. Jadi, tidak sepenuhnya proses demokrasi hilang karena demokrasi itu tidak harus bermakna pemilihan langsung,” kata dia melanjutkan. Ia menjelaskan, pemilihan gubernur oleh presiden menjembatani keinginan politik antara yang menginginkan kekhususan di Jakarta, termasuk yang paling utama dalam sistem pemerintahannya. Bahkan, kata Baidowi, awalnya ada pandangan, gubernur Jakarta dipilih langsung oleh presiden tanpa meminta pendapat DPRD. Namun, ada yang mengingatkan mengenai Pasal 18a UUD 1945 yang menjelaskan bahwa kepala daerah otonom harus dipilih oleh rakyat. “Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi. Jadi, ketika DPRD mengusulkan, ya itu proses demokrasinya di situ, sehingga tidak semuanya hilang begitu saja,” ujar Baidowi. Di samping itu, ia juga menyinggung Pilkada DKI Jakarta 2017. Kontestasi tersebut dipandang memakan biaya yang besar. “Lebih baik anggaran yang besar itu digunakan untuk kesejahteraan rakyat, untuk pembangunan, karena dengan status non-ibu kota itu nanti situasinya pasti berbeda,” ujar politikus PPP itu. Baidowi menambahkan beberapa alasan pemilihan gubernur Jakarta dilakukan oleh presiden, salah satu alasannya adalah banyaknya aset nasional di Jakarta. “Banyak aset-aset nasional milik pemerintah pusat itu masih ada di Jakarta sehingga masih perlu campur tangan dari pemerintah pusat,” ujar Baidowi.