Solusi Paradoks Indonesia: Menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka (Mewujudkan Ekonomi Konstitusi)

by -76 Views
Solusi Paradoks Indonesia: Menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka (Mewujudkan Ekonomi Konstitusi)

Mewujudkan Ekonomi Konstitusi

Jika Anda pernah belajar ilmu ekonomi, Anda tentu tahu bahwa ada banyak aliran ekonomi di dunia ini. Ada aliran ekonomi neoklasikal, pasar bebas, dan neoliberal. Ketiga aliran ini sering dikaitkan dengan pemikiran Adam Smith. Selain itu, ada aliran ekonomi sosialis, yang didasarkan pada pemikiran Karl Marx. Namun dalam perjalanan sejarah, sering terjadi pertentangan antara kedua aliran ekonomi ini. Saya berpandangan bahwa seharusnya kita tidak perlu memilih salah satu aliran, melainkan mengambil yang terbaik dari kapitalisme dan sosialisme. Gabungan terbaik dari kedua aliran inilah yang disebut sebagai ekonomi kerakyatan, ekonomi Pancasila, yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam Pasal 33. Kita dapat menyebutnya sebagai ekonomi konstitusi.

Setelah tahun 1998, saya melihat bahwa sebagai bangsa, kita telah mengalami kesalahan. Kita melupakan identitas kita, meninggalkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, dan meninggalkan ekonomi Pancasila. Oleh karena itu, selama belasan tahun ini, saya berjuang untuk menggugah, membangkitkan kesadaran, dan mengingatkan ajaran Bung Karno: berdiri di atas kaki kita sendiri. Kita harus memiliki kekuatan sendiri, bukan bergantung pada negara lain. Nasionalisme bukan hal yang buruk, melainkan cinta pada bangsa sendiri. Kita harus memiliki kejujuran dan keberanian untuk membela kepentingan nasional kita, membantu petani kita, dan membangun industri di dalam negeri.

Ekonomi Indonesia harus berdasarkan pada konsep kekeluargaan dan kemandirian. Begitu pentingnya kemandirian suatu negara dalam memproduksi barang-barang di dalam negeri dapat dilihat dari indeks kompleksitas ekonomi. Konsep ekonomi neoliberal yang dianut oleh IMF pada tahun 1998 telah membawa dampak buruk bagi banyak industri di Indonesia. Oleh karena itu, kita harus segera membuat segala sesuatu yang mampu kita produksi di dalam negeri agar kompleksitas ekonomi kita meningkat dan nilai tukar Rupiah bisa menguat.

Tujuan utama kita harus menjalankan ekonomi konstitusi, bukan sosialisme. Sosialisme murni tidak dapat dijalankan karena prinsip asas sama rasa sama rata yang tidak realistis. Ekonomi konstitusi, sebagai gabungan terbaik antara kapitalisme dan sosialisme, adalah jalan keluar yang tepat. Kita harus menjalankan ekonomi campuran, seperti yang diajarkan oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Syahrir, yang berlandaskan pada kekeluargaan.

Dalam menjalankan ekonomi konstitusi, pemerintah harus menjadi pelopor dalam pembangunan ekonomi, pertanian, prasarana, penciptaan lapangan kerja, dan pengurangan kemiskinan. Pemerintah tidak hanya sebagai wasit, tetapi harus aktif terlibat dalam mengarahkan rakyat menuju kemakmuran. Pemerintah harus menjadi agen perubahan dalam membangun ekonomi yang berkeadilan, menyelamatkan negara, dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak.

Paham ekonomi konstitusi tidak hanya menerima kapitalisme bebas tanpa perlindungan, atau sosialisme yang tidak realistis. Ekonomi konstitusi adalah ekonomi tengah, yang mengambil yang terbaik dari kedua aliran tersebut. Kapitalisme mendorong inovasi dan investasi, namun harus diimbangi dengan perlindungan bagi rakyat banyak. Sosialisme menjamin jaring pengamanan bagi yang paling miskin, namun juga harus diiringi dengan strategi agar tidak terjadi kesenjangan yang besar di masyarakat.

Dengan menjalankan paham ekonomi konstitusi, kita dapat menciptakan ekonomi yang adil, berkeadilan, dan berkelanjutan. Kita harus kembali pada asas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menegaskan bahwa ekonomi kita harus berbasis kekeluargaan dan kesejahteraan rakyat banyak. Oleh karena itu, saatnya bagi kita untuk menyadari kesalahan yang telah terjadi, dan kembali ke arah yang benar sesuai dengan konstitusi negara ini.

Source link