Pentingnya Menjaga Pemilu: Kesalahan Input Sirekap Berdampak sebagai Pelanggaran Tertinggi Hingga H+3 Pemungutan Suara

by -70 Views
Pentingnya Menjaga Pemilu: Kesalahan Input Sirekap Berdampak sebagai Pelanggaran Tertinggi Hingga H+3 Pemungutan Suara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masalah kesalahan input dalam aplikasi sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi pelanggaran tertinggi yang terjadi dari H-1 hingga H+3 hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024 lalu. Hal ini diungkapkan oleh Jaga Pemilu, salah satu gerakan masyarakat dalam mengawal pemilu.

Jaga Pemilu juga mencatat, pelanggaran tertinggi selanjutnya adalah kesalahan administrasi dalam tata cara pelayanan pelaksanaan pemungutan suara yang dilakukan oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di lapangan.

“Sejak Orde Baru berakhir, ini adalah pemilu keenam yang kita lakukan. Sangat disayangkan bahwa sudah enam kali berturut-turut kita melakukan pemilu, berbagai kecurangan atau kesalahan yang terjadi, termasuk kesalahan administratif seperti dua hal tertinggi tersebut, belum bisa diminimalisir,” kata Sekretaris Perkumpulan Jaga Pemilu Luky Djani dalam konferensi pers Jaga Pemilu, Jaga Suara 2024, Kecurangan Pemilu, dan Omong-Omong Media di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (17/2/2024).

Luky menjelaskan bahwa kedua pelanggaran tersebut diperoleh dari pengamatan yang dilakukan oleh Jaga Pemilu di hampir 7.000 tempat pemungutan suara (TPS) di lapangan, baik oleh penjaga pemilu yang terdaftar maupun dari masyarakat umum. Keduanya berbeda dari isu pelanggaran tertinggi sebelum hari H yang didominasi oleh ketidaknetralan aparat.

“Selain kesalahan input Sirekap dan kesalahan administrasi tata cara pemilu, ada juga masalah netralitas penyelenggara, politik uang di H-1 sampai menjelang pencoblosan atau yang dikenal sebagai serangan fajar. Juga ada pelanggaran terkait dengan Daftar Pemilih Tetap. Misalnya, ada nama di daftar tetapi tidak menerima surat panggilan, atau sebaliknya, ada anggota keluarga yang sudah meninggal namun menerima surat panggilan,” jelasnya.

Luky melanjutkan bahwa menurutnya Pemilu 2024 tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan Pemilu 1992 ketika Orde Baru masih berkuasa. Artinya, setelah 30 tahun Indonesia menyelenggarakan pemilu bebas, berbagai kesalahan masih terus terjadi hingga saat ini di pascareformasi.