Penyebab Jokowi Seperti Berlari Terus Dikejar Deadline Terungkap oleh Eks Menteri Perdagangan Lutfi

by -150 Views
Penyebab Jokowi Seperti Berlari Terus Dikejar Deadline Terungkap oleh Eks Menteri Perdagangan Lutfi

REPUBLIKA.CO.ID, CIPUTAT — Mantan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi mengungkap penyebab Presiden Jokowi bekerja cepat seperti orang yang terus berlari karena dikejar tenggat waktu atau deadline. Hal itu terjadi karena Jokowi memang sedang berpacu dengan waktu untuk menjadikan Indonesia negara maju.

Lutfi menjelaskan, Indonesia kini masih berstatus sebagai negara kelas menengah, karena pendapatan perkapita baru mencapai angka 5.100 dolar AS pada 2023. Untuk menjadi negara maju, pendapatan perkapita Indonesia harus menembus angka 13.800 dolar AS.

Untuk mencapai angka tersebut, kata dia, pemerintah harus memanfaatkan bonus demografi Indonesia atau kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibanding nonproduktif. Apabila gagal memanfaatkan bonus demografi, maka Indonesia akan sulit tetap menjadi negara kelas menengah atau dikenal dengan istilah middle income trap, seperti yang dialami banyak negara lain.

Masalahnya, lanjut dia, bonus demografi Indonesia tak berlangsung lama, karena diperkirakan akan berakhir pada 2038-2040. Presiden Jokowi menyadari batasan waktu tersebut, sehingga dia bekerja cepat mempersiapkan Indonesia menjadi negara maju.

“Jadi, ketika kita lihat Pak Jokowi seperti orang yang lari terus seperti diuber-uber deadline, diuber-uber batasan, itu karena beliau tahu persis bahwa apabila Indonesia tidak mengerjakan pekerjaan rumah sampai 2038, maka Indonesia tidak akan kaya sebelum kita tua,” kata Lutfi dalam acara First Voters Festival yang digelar TKN Fanta Prabowo-Gibran di Tangerang Selatan, Selasa (23/1/2024) malam.

Menurut mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal itu, investasi adalah satu syarat untuk membawa Indonesia menjadi negara maju. Presiden Jokowi, kata dia, berhasil membuat kontribusi investasi di Indonesia mencapai 33-34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Kabar baiknya lagi, kata dia, investasi itu lebih banyak di Indonesia timur ketimbang Indonesia barat, yakni sekitar 51-52 persen. Besarnya investasi di kawasan timur itu didominasi oleh pabrik hilirisasi nikel.

“Jadi kalau ada orang yang berbicara janganlah hilirisasi, atau kita boleh jual lagi (nikel mentah), atau tidak boleh hilirisasi, itu adalah kesalahan besar,” kata Lutfi.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa investasi adalah bagian dari industrialisasi. Saat ini, kata dia, industrialisasi besarannya 20 persen dari PDB. Angka tersebut harus dinaikkan menjadi 30 persen.

“Kalau kita naikkan menjadi 30 persen, maka GNP (produk nasional bruto/PNB) dari perdagangan itu, kita tambah ekspor dan impor kita menjadi 50 persen dari GDP (PDB), maka Indonesia akan bahagian negara maju,” kata Lutfi.