Etika dalam Keputusan Firli dan Usaha Menghindari Masalah

by -74 Views
Etika dalam Keputusan Firli dan Usaha Menghindari Masalah

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengakhiri sidang pelanggaran kode etik Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri pada Jumat (22/12/2023). Lima anggota pengawas internal di lembaga negara antikorupsi tersebut sudah memutuskan nasib etik Firli Bahuri. Namun putusan dan sanksi baru akan dibacakan pada Rabu (27/12/2023) mendatang.

“Kami sampaikan, bahwa sidang (etik) untuk atas nama Firli Bahuri sudah selesai. Sudah kami tutup sidang. Sudah kami putuskan dan sudah kami musyawarahkan. Tetapi tentunya, pembacaan putusannya itu, nanti di tanggal 27 Desember 2023,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorongan Panggabean, di Gedung Dewas KPK di Jakarta, Jumat (22/12/2023).

Tumpak mengatakan, dalam pembacaan putusan etik terhadap Firli Bahuri nantinya, sidang akan digelar terbuka. Siapapun boleh hadir dalam pembacaan putusan etik tersebut. Firli Bahuri pun sebagai terlapor sekaligus terduga pelanggar etik juga dibolehkan hadir. Meskipun, kata Tumpak, hal tersebut tak diharuskan.

“Kalau dia mau hadir boleh, silakan, itu terbuka untuk umum,” terang Tumpak. Meskipun sudah mempunyai putusan, Tumpak dan para anggota Dewas KPK lainnya masih menutup rapat sanksi apa yang akan dijatuhkan terhadap Firli.

Dewas KPK menggelar sidang etik terhadap Firli diketahui sejak Rabu (20/12/2023). Namun selama persidangan tersebut, Firli sebagai terduga pelanggar tak pernah hadir memenuhi pemanggilan dan pemeriksaan dalam sidang. Dewas KPK juga turut memeriksa para komisioner KPK sebagai saksi, serta saksi-saksi lain dari eksternal, termasuk memeriksa pengusaha Alex Tirta dan mantan menteri pertanian (mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Pada Kamis (21/12/2023), Firli Bahuri sebetulnya mendatangi Dewas KPK. Tetapi, diketahui kehadirannya itu bukan untuk menjalani sidang etik di Dewas KPK. Malainkan, untuk menyampaikan langkah pengunduran dirinya sebagai Ketua KPK. Firli diketahui sudah diberhentikan sementara dari jabatan Ketua KPK sejak Jumat (24/11/2023).

Pemberhentian sementara tersebut lantaran Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menetapkannya sebagai tersangka pemerasan dan penerimaan gratifikasi, hadiah, atau janji. Kepolisian menuding Firli Bahuri selaku Ketua KPK menerima uang lebih dari Rp 7,4 miliar terkait pengusutan tiga laporan perkara korupsi di lingkungan Kementan periode 2019-2023.

Terkait etiknya, Dewas KPK pada Jumat (8/12/2023) lalu pernah menyampaikan tiga pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan oleh Firli Bahuri. “Yaitu meyangkut perbuatan dan berhubungan dengan pertemuan FB (Firli Bahuri) dengan SYL,” begitu kata Tumpak, Jumat (8/12/2023). Dugaan pelanggaran etik tersebut terkait adanya bukti-bukti pertemuan dan komunikasi Firli Bahuri dengan Syahrul Yasin Limpo dalam pengusutan korupsi di Kementan. Yasin Limpo dalam pengusutan korupsi di Kementan, adalah subjek penyelidikan yang belakangan ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK.

Dugaan pelanggaran etik kedua, kata Tumpak, menyangkut harta kekayaan Firli Bahuri yang tidak sesuai dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelanggara Negara (LHKPN). Yang ketiga, kata Tumpak, perihal penyewaan rumah singgah Firli Bahuri di Jalan Kertanegara 46 Jaksel. Rumah tersebut dalam pemanfaatan oleh Firli Bahuri, sedangkan biaya penyewaannya oleh pengusaha Alex Tirta.

Di tengah hiruk pikuk persidangan yang digelar Dewas KPK, Firli Bahuri bukan hadir untuk memenuhi panggilan pemeriksaan. Ketua KPK nonaktif itu justru datang dengan mengumumkan pengunduran dirinya sebagai insan KPK dan menyatakan tak berniat memperpanjang masa jabatannya.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi pengunduran diri tersebut. ICW mengingatkan supaya Istana tidak langsung menyetujuinya karena Firli masih tersandung kasus etik. “Presiden harus menunda penerbitan keputusan presiden (keppres) yang berisi pemberhentian Firli Bahuri sampai kemudian persidangan dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Pengawas selesai,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

ICW mendorong Dewas KPK bersurat kepada Istana terkait penundaan pengunduran diri Firli. ICW mengingatkan agar Firli tetap harus melalui sidang etik sebelum mundur dari KPK. “Dewan Pengawas segera mengirimkan surat kepada presiden untuk meminta agar permohonan pengunduran diri Firli Bahuri ditunda sampai kemudian persidangan dugaan pelanggaran kode etik selesai,” ujar Kurnia.

ICW juga mengamati mundurnya Firli dari KPK merupakan modus lama menghindari penegakan etik di Dewas KPK. Firli disebut ICW meniru cara Lili Pintauli Siregar lolos dari sidang etik. Pada Juli 2022 lalu, Lili Pintauli Siregar punya permasalahan hukum yang berujung pada pengunduran dirinya. Lili mundur dari KPK seusai terlilit kasus gratifikasi. Berkat pengunduran ini, proses sidang etik terhadapnya berhenti.

“Firli mengirimkan surat pengunduran diri sebagai pimpinan KPK kepada presiden di tengah proses persidangan dugaan pelanggaran kode etik sedang berlangsung. Jika kemudian presiden menyetujuinya, maka persidangan etik di Dewas berpotensi besar akan dihentikan,” ujar Kurnia.

Kurnia menegaskan pengunduran Firli merupakan taktik melepas tanggung jawab. Firli sudah pernah memakai cara ini saat menjabat deputi penindakan KPK. Firli saat itu ditarik ke institusi Polri dengan alasan promosi jabatan ketika tersandung kasus etik. “Siasat Firli menghindari segala sanksi, baik hukum maupun etik, terhadap perbuatan yang diduga ia lakukan sebenarnya sudah tampak sejak awal,” ucap Kurnia.

Para mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute menyindir pengunduran diri yang dilakukan oleh Firli Bahuri dari KPK. IM57+ Institute menyebut tindakan itu sebagai langkah tidak kesatria. “Ini upaya melarikan diri dari masalah dengan memanfaatkan momentum,” kata Ketua IM57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha.

Praswad menyatakan, tindakan mundurnya Firli tak dapat digolongkan sebagai sikap kesatria. Sebab Firli mundur saat posisinya sudah terjepit. “Pengunduran Firli Bahuri yang dilakukan hari ini bukanlah representasi dari sifat kesatria ataupun upaya untuk menunjukan ketidakcintaan pada jabatan,” ujar Praswad.

Praswad menilai langkah lanjutan Firli Bahuri dalam menghindari pertanggungjawaban hukum pidana patut diwaspadai. Hal tersebut mengingat Firli sudah mengundurkan diri sebagai langkah untuk menghindari pertanggungjawaban etik. “Pengunduran diri ini dilakukan pascaadanya upaya praperadilan yang kandas karena kepolisian memiliki bukti yang cukup dalam melakukan proses penyidikan dan penetapan tersangka,” ujar Praswad.

Selanjutnya, Praswad mendorong polisi segera meringkus Firli Bahuri. Sebab Praswad menduga Firli terus mengupayakan kasus pidannya dituntaskan di luar jalur hukum. Ini seperti cara Firli menghindari sidang etik dengan mengundurkan diri. “Penahanan Firli Bahuri mutlak perlu dilakukan saat ini,” ujar Praswad.