Fotografi jalanan telah menjadi hal yang umum terlihat di berbagai sudut ruang publik, termasuk di area car free day di Jalan Sudirman hingga Jalan MH Thamrin, Jakarta. Banyak fotografer yang mengabadikan momen dan subjek secara acak di tempat ini, kemudian mengunggahnya ke platform Fotoyu. Aplikasi ini memanfaatkan teknologi pengendalian wajah berbasis AI untuk membantu pencarian foto yang diunggah oleh kreator.
Tren penggunaan Fotoyu semakin meningkat seiring dengan minat yang tinggi terhadap olahraga lari sejak tahun 2022. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terkait privasi, seperti yang diungkapkan oleh Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit, saat berolahraga di Kota Palembang. Fenomena fotografi jalanan ini sebenarnya telah ada sejak dulu, seperti fotografer yang menawarkan foto polaroid kepada pengunjung kawasan wisata di era 1990-an.
Hukum terkait fotografi jalanan berbeda-beda di setiap negara. Di Prancis dan Jerman, undang-undang sangat ketat sementara di Inggris, fotografi di ruang publik sepenuhnya legal. Di Amerika Serikat, tidak ada harapan privasi di ruang publik, sedangkan di Kanada, mengambil foto di tempat umum bukan hal yang ilegal.
Di Indonesia sendiri, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) mengatur tentang perlindungan data pribadi yang termasuk foto wajah seseorang. Namun, belum ada regulasi khusus yang mengatur tentang pengambilan foto di ruang publik tanpa persetujuan yang jelas. Hal ini menimbulkan perdebatan terkait etika dan privasi dalam fotografi jalanan. Beberapa fotografer menjelaskan batasan-batasan yang mereka tetapkan, seperti tidak memotret tunawisma atau anak-anak yang rentan.
Dalam mengambil foto di ruang publik, fotografer diharapkan dapat memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku serta menghormati privasi dan keinginan subjek yang difoto. Dengan adanya peningkatan kesadaran terhadap privasi individu, praktik fotografi jalanan diharapkan dapat dilakukan dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab terhadap subjek yang difoto.
