Sebuah studi internasional terbaru menantang anggapan lama tentang manfaat tumbuh dalam lingkungan religius untuk kesehatan di masa tua. Riset ini dipublikasikan di jurnal Social Science & Medicine dan menggunakan data dari “Survey of Health, Aging, and Retirement in Europe” yang melibatkan lebih dari 10.000 responden di atas 50 tahun di Eropa. Tim peneliti dari Universitas Helsinki menggunakan pendekatan berbasis kecerdasan buatan untuk menelusuri hubungan sebab-akibat antara didikan religius di masa kecil dan kondisi kesehatan di masa tua.
Temuan mencerminkan perubahan Eropa yang menjadi lebih sekuler, dimana religiusitas kini kurang protektif dan bahkan bisa menjadi beban psikologis dalam konteks sosial modern. Para peneliti menemukan bahwa lansia yang dididik secara religius cenderung memberi penilaian kesehatan mereka di usia tua lebih rendah daripada kelompok sekuler. Variabel sosial dan demografis memainkan peran penting, dimana faktor sosial dan ekonomi dapat memperburuk dampak negatif dari didikan religius terhadap kesehatan di usia tua.
Hasil penelitian juga menyoroti bahwa konteks sosial tetap lebih kuat daripada ajaran moral yang diwariskan. Pengaruh agama terhadap kesehatan tidaklah tunggal dan bergantung pada berbagai faktor seperti kelas sosial, gender, dan kondisi keluarga. Seiring dengan penurunan praktik keagamaan di Eropa, didikan religius masa kecil tidak lagi dianggap sebagai sumber kekuatan namun lebih sebagai cerminan dari ketimpangan sosial yang ada.
Kesimpulannya, agama dapat membawa dampak baik namun tidak cukup kuat untuk mengatasi risiko kesehatan dari beban sosial dan ekonomi jangka panjang. Studi ini memberikan wawasan yang mendalam tentang kompleksitas hubungan antara didikan religius di masa kecil dan kesehatan di masa tua dalam masyarakat yang semakin sekuler.
