Belum lama ini, dunia jurnalisme dikejutkan dengan kasus pembunuhan karakter terhadap Nurjali, seorang Pemimpin Redaksi dan Ketua Lembaga negara. Kasus ini bermula dari penerbitan berita oleh beberapa media online tanpa konfirmasi, verifikasi, dan rasa tanggung jawab. Padahal, Nurjali dan sejumlah wartawan sedang melakukan investigasi mendalam terkait dugaan penyaluran BBM subsidi yang merugikan masyarakat.
Investigasi jurnalisme merupakan bentuk jurnalisme mendalam yang membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk mengungkap informasi tersembunyi terkait kejahatan, korupsi, atau ketidakadilan. Hal ini melibatkan riset, analisis data, wawancara mendalam, dan verifikasi fakta untuk membuktikan kebenaran serta mendorong transparansi dalam masyarakat. Namun, dalam kasus ini, reputasi dan kredibilitas seorang jurnalis senior hancur hanya karena satu kalimat fitnah yang tidak berdasar.
Nurjali dan beberapa wartawan melakukan peliputan investigatif yang berkaitan dengan penyaluran BBM subsidi. Mereka mengkonfirmasi informasi dengan sopan dan penuh etika, namun akhirnya dihadapi oleh tindakan kekerasan yang mengarah pada fitnah merampok. Tanpa meminta klarifikasi kepada pihak yang dituduh, beberapa media langsung menyebarkan berita yang merusak reputasi tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
Tuntutan Nurjali adalah agar media yang memberitakan fitnah melakukan ralat dan meminta maaf terbuka, serta menyertakan klarifikasi di halaman utama. Pesan yang disampaikan adalah agar media tidak menjatuhkan karakter seseorang tanpa konfirmasi yang tepat. Kehormatan profesi jurnalis harus dijaga, karena mencari kebenaran bukanlah tugas yang mudah. Semua pihak, termasuk media, memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan informasi yang benar dan tidak merugikan orang lain.





