Jakarta – Jaksa Penuntut Umum Rico Sudibyo mengungkapkan bahwa nota pembelaan yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa kasus pemalsuan akta otentik sertifikat tanah di Rorotan Cilincing, Tony Surjana, sebenarnya mengaburkan fakta-fakta yang telah terungkap dalam persidangan. Menurut Rico, terdakwa mencoba mengalihkan perhatian dari inti kasus, yaitu dugaan pemalsuan dokumen hukum, dengan fokus pada kepemilikan sertifikat tanah.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rico menjelaskan bahwa terdakwa Tony Surjana tidak mengikuti prosedur yang seharusnya dilakukan dalam proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara. Rico menekankan bahwa pengajuan blangko untuk SHM harus didasarkan pada data yang valid, bukan informasi palsu.
Selain itu, Rico juga menyoroti upaya terdakwa untuk menyalahgunakan proses hukum dengan menyajikan keterangan palsu dalam pengajuan blangko. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai pelanggaran Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan akta otentik.
Lebih lanjut, Rico menanggapi klaim dari pihak pembelaan yang menyatakan adanya aksi mafia tanah dalam kasus ini. Menurutnya, klaim tersebut tidak didasari bukti konkret dan hanyalah upaya untuk memutarbalikkan fakta dan menjadikan terdakwa sebagai korban.
Pada akhirnya, Jaksa Penuntut Umum tetap pada tuntutannya dan meminta majelis hakim untuk menolak nota pembelaan terdakwa. Mereka menegaskan bahwa hukuman pidana yang dijatuhkan harus sejalan dengan tuntutan yang diajukan. Tuntutan dua tahun penjara bagi terdakwa Tony Surjana adalah hasil dari pemeriksaan ahli, saksi, dan barang bukti yang ada.
Setelah persidangan, kuasa hukum terdakwa menyatakan akan menanggapi argumen yang diajukan oleh Jaksa Rico Sudibyo dalam sebuah duplik. Mereka meyakini bahwa terdakwa tidak dapat dipastikan bersalah berdasarkan dakwaan yang diajukan oleh jaksa. Dalam pledoi mereka, kuasa hukum menyatakan bahwa tidak ada cukup bukti untuk menyatakan bahwa terdakwa melanggar hukum sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 266 dan Pasal 64 KUHP.
Kasus pemalsuan akta otentik sertifikat tanah yang melibatkan Tony Surjana dilaporkan bermula dari perubahan blangko sertifikat lama menjadi yang baru atas nama wilayah Jakarta Utara. Proses tersebut diduga melibatkan bantuan seorang anggota kepolisian untuk mengurus penggantian sertifikat di BPN setempat. Jaksa menilai bahwa tindakan tersebut melanggar Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan akta otentik dan Pasal 64 KUHP tentang perbuatan berlanjut.