Suhu di Greenland dan Islandia meningkat tajam baru-baru ini, bahkan mencetak rekor suhu terpanas pada Mei 2025. Menurut analisis dari World Weather Attribution (WWA), lapisan es di Greenland mencair lebih cepat dari biasanya selama gelombang panas bulan lalu. Sementara itu, Islandia mencatat rekor suhu tertinggi pada Mei dengan 26,6 derajat Celsius.
Associate professor ilmu iklim di Imperial College London, Friederike Otto, menyatakan bahwa kejadian gelombang panas ekstrem di wilayah tersebut jarang terjadi, dengan peluang 1 persen per tahun. Namun, tanpa perubahan signifikan, kemungkinan gelombang panas ekstrem bisa meningkat menjadi 40 kali lebih tinggi daripada masa pra-industri.
Peristiwa panas ekstrem ini memiliki dampak yang signifikan pada Bumi. Meningkatnya pencairan lapisan es di Greenland menyebabkan pelepasan air tawar besar ke lautan, yang dapat memperlambat Sirkulasi Meridional Atlantik. Perlambatan ini dapat mengganggu pola iklim global dan cuaca di seluruh dunia.
Para ilmuwan mengonfirmasi bahwa dampak dari pencairan lapisan es Greenland dan lapisan es Arktik lainnya dapat memengaruhi angin, kandungan air dalam udara, serta pola hujan. Pencairan ini tidak hanya berpengaruh pada keseimbangan iklim global tetapi juga pada tingkat permukaan laut yang mengancam garis pantai global dan negara-negara pulau di Samudra Pasifik.
Para warga asli Greenland mulai mengalami dampak negatif seperti pelayaran yang lebih berisiko dan hilangnya akses ke lokasi berburu tradisional karena mencairnya es laut. Pencairan es juga meningkatkan risiko longsor dan tsunami yang bisa membahayakan kestabilan bangunan.
Dampak iklim yang terjadi di Greenland disebabkan oleh sumber-sumber yang telah jelas diidentifikasi, seperti negara dan industri yang sangat mencemari lingkungan. Langkah-langkah seperti berpindah ke energi terbarukan dan transportasi yang lebih ramah lingkungan dapat menciptakan dampak positif pada iklim global.
