Sebelum diangkat menjadi Menristekdikti, Satryo Soemantri telah bertemu dengan Prabowo Subianto beberapa kali, baik sebelum maupun setelah menjabat sebagai presiden terpilih. Sebagai Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia sebelumnya, Satryo diakui memiliki keahlian ilmiah dan pengalaman dalam birokrasi sains, pendidikan tinggi, dan riset. Menurutnya, Prabowo memiliki visi besar untuk riset dan ingin menjadikan pendidikan tinggi dan inovasi sebagai fokus utama Indonesia. Namun, realitas berkata lain setelah Prabowo memotong anggaran riset sebesar Rp14,3 triliun dari total anggaran Rp56,6 triliun, sama seperti penghematan besar-besaran yang terjadi di kementerian dan lembaga lain. Satryo akhirnya mundur dari jabatannya setelah beberapa insiden negatif pada Februari lalu.
Penggantinya, Brian Yuliarto, juga alumnus ITB seperti Satryo, tetapi dengan perbedaan usia hingga 20 tahun. Brian, yang memiliki karier sukses dalam riset nanoteknologi, akan melanjutkan pengelolaan riset sains dan pendidikan tinggi. Meskipun baru dilantik dua bulan yang lalu, belum jelas bagaimana Brian akan mewujudkan fokus riset utama pada pangan, energi terbarukan, kesehatan, transportasi, rekayasa teknik, pertahanan, kemaritiman, dan bidang sosial humaniora, pendidikan, seni, dan budaya.
Diperdebatkan apakah pemerintah benar-benar akan menaikkan anggaran riset hingga 2% dalam lima tahun ke depan, mengingat pemotongan anggaran untuk proyek lain yang terjadi belakangan ini. Malaysia dan Singapura menjadi contoh bagaimana diversifikasi sumber dana riset dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing. Namun, Indonesia baru mencapai 20% dana riset swasta, yang seharusnya menjadi fokus untuk ditingkatkan. Sementara itu, belum banyak informasi tentang langkah-langkah yang akan diambil Kemenrisdikti di bawah kepemimpinan Brian. Selama dua bulan ini, Kementerian terlihat masih terkendala dengan masalah lama, seperti kontroversi dana tunjangan dosen yang belum terselesaikan sejak 2020.