Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik dan kepala negara Vatikan, meninggal dunia di Vatikan, Roma, pada Senin (21/4) dalam usia 88 tahun setelah sebelumnya dirawat karena penyakit bronkitis kronis. Fransiskus selama hidupnya memiliki kekhawatiran terhadap teknologi kecerdasan buatan (AI) dan mengingatkan masyarakat pada bahaya yang ditimbulkannya. Pernyataannya tentang ancaman teknologi AI menyoroti potensi algoritma yang diskriminatif dan meminta tanggung jawab dalam pengembangan dan penggunaannya.
Paus Fransiskus menekankan bahwa penggunaan AI memiliki potensi untuk menempatkan individu yang paling rentan dalam posisi tersisih. Ia mengingatkan bahwa tidak adanya keadilan dan ketimpangan dapat menyebabkan konflik dan permusuhan dalam masyarakat. Para ahli AI juga telah menyerukan perlunya penyesuaian algoritma untuk mendukung hak asasi manusia dan nilai-nilai universal yang dipegang oleh masyarakat.
Namun demikian, keprihatinan juga muncul dari industri dan pembuat kebijakan tentang kemungkinan penyalahgunaan AI, termasuk penyebaran informasi palsu, serangan siber, dan potensi pembuatan senjata biologis. Selain itu, Paus Fransiskus sendiri menjadi subjek pemalsuan oleh teknologi AI, dengan gambar-gambar palsu yang menyebar di media sosial.
Dalam pandangan Fransiskus, perlindungan martabat manusia dan kepedulian terhadap persaudaraan merupakan landasan penting dalam pengembangan teknologi demi memastikan kontribusi positif terhadap promosi keadilan dan perdamaian. Pernyataan ini juga sejalan dengan seruan untuk mendukung refleksi etis dalam mengembangkan dan menggunakan AI sehingga dapat melayani umat manusia dengan baik.