Banjir melanda beberapa wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada awal bulan Maret. Banjir kali ini disebut lebih parah daripada tahun sebelumnya. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyebutkan berdasarkan data mereka, curah hujan yang turun saat banjir awal Maret tidak lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Namun, dampak banjirnya jauh lebih merusak dibandingkan tahun sebelumnya. Dwikorita mengungkapkan data curah hujan pada bulan Januari 2020 di Bekasi mencapai 300 milimeter lebih, melebihi batas ekstrem, tetapi banjirnya tidak sesever kejadian tahun 2025 walau curah hujan tidak melampaui 300 mm.
Data BMKG menunjukkan intensitas curah hujan tertinggi di stasiun Katulampa dengan 232 mm/hari pada 3-4 Maret 2025. Dwikorita menyoroti bahwa banjir tidak hanya disebabkan oleh hujan ekstrem, tetapi juga oleh kondisi lahan dan DAS serta urbanisasi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor lain seperti pembangunan lahan dan perubahan lingkungan juga mempengaruhi keparahan banjir di Jabodetabek. Dwikorita menekankan bahwa banjir tidak hanya berkaitan dengan curah hujan tinggi, namun juga dengan perubahan lingkungan dan pengaruh urbanisasi yang semakin meluas.
Dengan demikian, perubahan lingkungan kota dan perluasan lahan memiliki peran dalam meningkatkan risiko banjir di wilayah Jabodetabek. Dwikorita menyimpulkan bahwa faktor-faktor ini, bersama dengan peningkatan suhu lokal, merupakan penyebab banjir yang semakin parah di kawasan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan upaya serius dalam mengelola lingkungan dan memperhitungkan dampak urbanisasi untuk mengurangi risiko banjir di masa depan.