Puasa Ramadan memiliki durasi yang berbeda di setiap negara karena panjang hari di setiap wilayah juga berbeda. Umat Muslim di negara-negara bagian selatan dunia, seperti Chili atau Selandia Baru, berpuasa selama sekitar 13 jam, sementara mereka yang tinggal di negara-negara bagian utara, seperti Islandia atau Greenland, akan berpuasa lebih lama, yaitu sekitar 16 jam atau lebih di hari terpanjang.
Menurut laporan Aljazeera, untuk Muslim di belahan bumi utara, durasi puasa akan sedikit lebih pendek dan akan terus berkurang hingga 2031 karena Ramadan akan bertepatan dengan periode titik balik matahari musim dingin yang merupakan hari terpendek tahun ini. Setelah itu, durasi puasa akan bertambah panjang hingga titik balik matahari musim panas.
Bagi umat Muslim di belahan bumi selatan, kebalikannya akan terjadi. Fisikawan teoretis IPB University, Husin Alatas, menjelaskan bahwa ibadah puasa memiliki aturan waktu yang jelas, dimulai saat fajar dan berakhir saat matahari terbenam. Perbedaan waktu ini terjadi karena rotasi bumi dan gerak orbit bumi mengelilingi matahari yang membuat lama siang dan malam bervariasi di berbagai daerah.
Husin menunjukkan bahwa penentuan waktu subuh dilakukan melalui pengamatan fenomena fajar ketika sinar matahari yang masih di bawah horizon direfleksikan oleh atmosfer bumi. Subuh berakhir ketika matahari mulai terbit, sementara maghrib ditentukan oleh hilangnya piringan matahari di horizon barat yang menandai terbenamnya matahari. Semua itu menjelaskan mengapa durasi puasa bervariasi di setiap wilayah.