Tragedi Stadion Kanjuruhan: Negara Harus Bertanggung Jawab atas Jatuhnya Korban Jiwa
Pada tanggal 1 Oktober 2022, terjadi tragedi di Stadion Kanjuruhan setelah pertandingan sepakbola antara Arema vs Persebaya. Laporan terbaru menyebutkan bahwa telah terjadi 153 korban jiwa akibat kejadian tersebut, meskipun di media sebelumnya disebutkan 127 korban. Panitia sebelumnya sudah mengkhawatirkan resiko pertandingan, membujuk Liga untuk menyelenggarakan laga pada sore hari guna meminimalisir kemungkinan kerusuhan. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh Liga, sehingga pertandingan tetap berlangsung malam hari.
Kerusuhan terjadi setelah pertandingan, di mana sejumlah supporter masuk ke lapangan dan dihadapi oleh aparat keamanan. Dalam video yang beredar, terlihat aparat menggunakan kekerasan berlebihan, termasuk pemukulan dan tendangan kepada suporter. Saat jumlah suporter di lapangan semakin bertambah, aparat malah melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih dipadati penonton.
Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai prosedur dapat menjadi penyebab dari banyaknya korban jiwa dan luka-luka akibat terinjak-injak dan sesak nafas. FIFA sendiri telah melarang penggunaan gas air mata dalam pertandingan sepakbola sesuai dengan regulasi keamanan stadion. Penanganan aparat dalam kejadian ini dianggap bertentangan dengan sejumlah peraturan, antara lain Perkapolri No.16 Tahun 2006 tentang pengendalian massa dan Perkapolri No.01 Tahun 2009 tentang kekuatan dalam tindakan kepolisian.
Masyarakat menilai bahwa tindakan aparat dalam insiden ini berpotensi melanggar hak asasi manusia dengan jumlah korban jiwa yang mencapai lebih dari 150 orang. Sebagai respons, masyarakat mengecam tindakan represif aparat, mendesak penyelidikan independen, serta mengingatkan negara dan kepolisian untuk bertanggung jawab penuh atas kejadian tragis ini di Stadion Kanjuruhan, Malang.