PRINCIPLES OF LEADERSHIP – prabowosubianto.com

by -1331 Views
PRINCIPLES OF LEADERSHIP – prabowosubianto.com

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I: Pemimpin Teladan dari Angkatan Bersenjata Indonesia]

Saudara-saudara yang terhormat,

Jika kita mempelajari sejarah bangsa-bangsa, kita dapat belajar bahwa tidak ada perubahan signifikan yang pernah terjadi tanpa didorong oleh perjuangan yang gigih. Seringkali, perjuangan ini mengambil bentuk konflik militer.

Demikian pula, Indonesia hanya bisa meraih kemerdekaannya karena perjuangan yang gigih melibatkan para founding fathers Indonesia – perjuangan militer besar generasi ’45.

Sebuah perjuangan militer tidak bisa berhasil tanpa adanya pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan teladan dan prinsip-prinsip militer yang telah diuji waktu. Pemimpin yang memimpin dengan contoh, pemimpin yang memimpin dari garis terdepan.

Saya melihat sikap-sikap tersebut ditunjukkan oleh para pemimpin saya, para mentor saya sepanjang karir saya di TNI. Beberapa dari mereka adalah bagian dari generasi ’45 yang memerdekakan Indonesia dari kolonialisme Belanda.

Saya merujuk pada sikap para pemimpin seperti Kolonel TNI (Purn.) Azwar Syam, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Himawan Soetanto, Jenderal TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution, Mayjen TNI (Purn.) Mung Parahadimulyo, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Yogie Suardi Memet, Jenderal TNI (Purn.) Wismoyo Arismunandar, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Yunus Yosfiah, Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Fransiskus Xaverius Sudjasmin, Jenderal TNI (Purn.) H. M. Suharto, Mayjen TNI (Purn.) I Ketut Wirdana, Jenderal TNI (Purn.) Widjojo Sujono, Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Dr Aloysius Benedictus Mboi, Raden Panji Muhammad Nur dan banyak lagi yang saya anggap sebagai mentor saya.

Saya juga merujuk pada sikap mantan pelatih-perwira saya. Mereka telah membentuk dan membantu saya, termasuk Kapten Haruman dan Sersan Mayor Bayani.

Tanpa panutan-penatua ini, saya tidak akan berhasil dalam memimpin operasi militer ketika saya masih seorang perwira TNI. Saya tidak akan seberhasil ini setelah pensiun dari Angkatan Darat.

Selain belajar pelajaran dan keterampilan penting dari para pemimpin dan pelatih saya, selama saya di TNI, saya juga meluangkan waktu untuk membaca kisah kepemimpinan para pejuang kemerdekaan kita dan pemimpin dunia lainnya.

Kita dapat belajar banyak dari kepemimpinan Gadjah Mada, Raden Wijaya, Malahayati, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Gubernur Suryo, Jenderal Sudirman, Robert Wolter Mongisidi dan banyak tokoh nasional lainnya yang begitu gigih berjuang untuk bangsa Indonesia.

Ada juga banyak yang bisa kita pelajari dari ketekunan Aleksander Agung, Julius Caesar, Duke of Wellington, Mustafa Kemal Atatürk, Deng Xiaoping, Emiliano Zapata dan tokoh militer dunia lainnya yang berhasil memimpin pasukan dan bangsa mereka melalui pertempuran besar.

Seiring berjalannya waktu, saya telah membagikan kisah sikap-sikap pemimpin militer yang sukses: senior-senior saya, instruktur saya, dan tokoh-tokoh nasional dan dunia dalam kuliah-kuliah saya di Padepokan Garudayaksa, pusat belajar yang saya bangun di Hambalang, dan baru-baru ini dalam kursus-kursus saya di Universitas Pertahanan Indonesia (UNHAN).

Namun, saya tahu bahwa untuk membangun kesadaran di kalangan generasi kepemimpinan TNI dan kepemimpinan nasional, hanya dengan memberikan kuliah mengenai sikap-sikap pemimpin militer yang sukses tidak cukup.

Oleh karena itu, dengan menulis buku ini, saya berbagi pengalaman dan pengetahuan saya dengan penonton yang lebih luas. Saya berharap semakin banyak orang akan mendapatkan manfaat dari apa yang telah saya pelajari dari sosok seperti Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Fransiskus Xaverius Sudjasmin, Jenderal TNI (Purn.) H. M. Suharto, Mayjen TNI (Purn.) I Ketut Wirdana, Jenderal TNI (Purn.) Widjojo Sujono dan individu teladan lainnya yang bukan hanya pemimpin TNI yang hebat tetapi juga negarawan yang patut diacungi jempol.

Selain belajar dari senior-senior saya, saya juga belajar banyak dari rekan sejawat dan bawahan saya. Di antara mereka adalah Mayor Jenderal TNI (Purn.) Glenny Kairupan, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Suhartono Suratman, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Johannes Suryo Prabowo, Kapten TNI Purnawirawan Sudaryanto, dan Letnan Satu TNI Purnawirawan Siprianus Gebo.

Selain nama-nama junior saya yang telah saya sebutkan di atas, masih banyak yang mencolok. Misalnya, rekan-rekan sekelas saya di Akademi Militer (AKABRI) angkatan ’74: Brigadir Jenderal TNI Harry Pysand, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Mahidin Simbolon, dan Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Endang Nugiri. Mereka semua menonjol dalam bidang operasi. Saya pernah menyaksikan mereka dalam kontak senjata. Mereka adalah lambang keberanian dan pengorbanan. Terkadang mereka bahkan terlalu berani. Beberapa rekan sejawat dan juniors saya tertembak musuh karena keberaniannya.

Beberapa juniors saya lainnya juga menonjol dalam pertempuran: Kapten CDM TNI (Purn.) Dr Boyke Setiawan sering bergabung denganku di medan pertempuran, Kolonel Infanteri TNI Purnawirawan Adel Gustimego (’78), Mayor Jenderal TNI (Purn.) Chairawan Kadarsyah Kadirussalam Nusyirwan (’80), Mayor Jenderal TNI (Purn.) Musa Bangun (’83), Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Taufik Hidayat (’83), Kolonel TNI (Purn.) Sugeng Rahardjo, dan Mayor Jenderal TNI (Purn.) Meris Wiryadi (’83).

Saya juga ingin menyebutkan Mayor Jenderal Surawahadi, komandan peleton saya ketika dia masih Letnan Dua. Dia sangat tajam. Begitu melihat musuh, dia akan terus mengejar mereka bahkan jika usaha tersebut memakan waktu berhari-hari.

Juga, juniors saya yang sangat berprestasi sejak lulus tahun ’87: Mayor Jenderal TNI Marga Taufiq (’87), Jenderal TNI Andika Perkasa, yang kini menjadi Panglima TNI, Letnan Jenderal TNI Muhammad Herindra, yang kini menjadi Wakil Menteri Pertahanan, Letnan Jenderal TNI Ida Bagus Purwalaksana yang sebelumnya Komandan Batalyon 328, Komandan Brigif 17, kini menjadi Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan. Ida Bagus kini bekerja bersama saya setelah berpisah selama puluhan tahun.

Memang, jika saya harus menulis tentang mereka secara detail, saya tidak akan pernah selesai menulis buku ini. Mungkin di buku saya berikutnya, saya akan menceritakan tentang mereka. Saya juga sedang mengingat kembali catatan saya tentang banyak perwira dan prajurit yang pernah bertugas dengan saya. Dalam buku mendatang, saya akan memberitahukan tentang mereka. Buku ini sudah lebih dari 500 halaman. Saya harap sikap dan kualitas kepemimpinan yang digambarkan dalam buku ini dapat meningkatkan kesadaran bersama untuk memajukan perjuangan kita dalam membangun Indonesia yang kuat, terhormat, dan makmur.

 

Source link