Aturan Tambahan dalam Spionase, Guru Besar UKI: Definisi Ancaman Harus Jelas untuk Regulasi yang Efektif
KORAN GALA – Pusat Keamanan dan Hubungan Luar Negeri Universitas Kristen Indonesia (CESFAS UKI) bekerja sama dengan Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) mengadakan seminar dengan tema “Aturan Tambahan dalam Spionase: Jejaring atau Kuasa, Sebuah Diskursus”.
Acara ini berlangsung di Kampus UKI pada Selasa, 11 Juni 2024. Seminar ini dibuka oleh Dekan FISIP UKI, Verdinand Robertua.
Menurutnya, kegiatan ini penting untuk memperkaya pendidikan, khususnya dalam bidang keamanan, ekonomi, dan lingkungan, serta memberikan wawasan baru. Seminar ini bertujuan untuk mendiskusikan isu spyware dan menyoroti pentingnya regulasi yang seimbang antara keamanan nasional dan hak-hak sipil.
“Ada berbagai pakar dan praktisi di bidangnya yang hadir dalam kegiatan ini. Semoga seminar ini dapat memberikan kontribusi bagi perumusan kebijakan yang lebih baik di masa depan,” ujar Verdinand.
Selain itu, seminar ini juga menekankan pentingnya regulasi yang seimbang antara keamanan nasional dan hak-hak sipil. Dengan adanya diskusi mendalam dan pandangan beragam dari para ahli dan praktisi, diharapkan acara ini dapat memberikan wawasan baru dan membuka ruang dialog yang konstruktif tentang regulasi spionase di Indonesia.
“Dengan demikian, Indonesia dapat menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks di era digital ini dengan lebih siap dan responsif,” tambahnya.
Guru Besar Keamanan Internasional UKI, Angel Damayanti, memberikan pandangan tentang RUU spionase, norma, dan etika dalam memperoleh informasi, serta pentingnya kejelasan dalam mendefinisikan ancaman untuk membuat regulasi yang efektif.
Angel menekankan bahwa dalam menyusun RUU, penting untuk merumuskan definisi yang jelas tentang ancaman.
“Contohnya, dalam kasus terorisme, ada perbedaan pendapat mengenai status perempuan, remaja, dan anak apakah sebagai korban, pelaku, atau ancaman,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti masalah e-commerce yang sering digunakan untuk membeli alat pembuatan bom untuk kegiatan terorisme, yang perlu mendapat perhatian serius.
“RUU ini harus mengatur dengan jelas apakah bukti digital yang diperoleh melalui spionase dapat digunakan sebagai alat bukti dalam mengadili kasus terorisme, demi memberikan keputusan hukuman yang adil,” jelas Angel.
Sumber: https://www.koran-gala.id/news/58712889383/aturan-tambahan-dalam-spionase-guru-besar-uki-harus-ada-kejelasan-mendefinisikan-ancaman-untuk-membuat-regulasi-yang-efektif