Diskusi Prodi HI UKI bersama DPR RI tentang Regulasi Intelijen di Indonesia

by -125 Views
Diskusi Prodi HI UKI bersama DPR RI tentang Regulasi Intelijen di Indonesia

Diskusikan Aturan Intelijen di Indonesia oleh Prodi HI UKI Bersama DPR RI

Undang-Undang No.17/2011 menyebutkan bahwa intelijen negara memiliki peran dalam melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap ancaman yang timbul dan mengancam kepentingan serta keamanan nasional.

Anggota Komisi I DPR RI, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Dr. H. Tubagus Hasanuddin, S.E.,M.M., M.Si, menyampaikan hal ini dalam Focus Group Discussion (FGD) “Aturan Tambahan dalam Spionase: Jejaring Atau Kuasa, Sebuah Diskursus” yang diselenggarakan oleh Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Kristen Indonesia (UKI) bersama Departemen HI UI, di Ruang Executive FEB Gedung AB UKI (11/06).

“Jadi peran intelijen negara adalah melakukan kegiatan deteksi dan peringatan secara dini atas ancaman kepentingan dan keamanan nasional,” ujar Tubagus Hasanuddin.

Menurut Tubagus, Undang-Undang Intelijen mengatur kegiatan intelijen, namun yang paling penting adalah kebutuhan akan moralitas agar aktivitas intelijen tidak disalahgunakan untuk kepentingan lain.

Tubagus Hasanuddin juga menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Intelijen negara, isu yang kompleks adalah mengenai penyadapan. “Ada alasan yang baik dari penyadapan asalkan hak asasi manusia tetap dilindungi,” tambahnya.

Prof. Angel Damayanti, Ph.D., Guru Besar ilmu keamanan internasional Fisipol UKI, menyoroti pentingnya aturan tentang penyadapan dalam Rancangan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selain itu, Prof. Angel juga menjelaskan tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) spionase, norma, dan etika dalam memperoleh informasi, serta perlunya kejelasan dalam mendefinisikan ancaman untuk membuat regulasi yang efektif.

Selanjutnya, Arthur Jeverson Maya, M.A., Kepala Program Studi Hubungan Internasional Fisipol UKI, menekankan pentingnya kemajuan teknologi dalam akses informasi dalam konteks spionase.

FGD juga dihadiri oleh Prof. Hoga Saragih, Ph.D dari Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Bakrie, Aisha Rasyidilla Kusumasomantri, M.Sc dari Indo Pacific Strategic Intelligence, dan Darynaufal Mulyaman sebagai moderator.

Dalam kesimpulan, moderator menyebutkan bahwa ruang diskursus terkait spionase dan intelijen harus tetap terbuka, namun harus tetap memperhatikan etika dan moralitas agar tidak melanggar kebebasan berpendapat.

Source link