Penolakan Publik atas Polemik Revisi UU Kementerian Perlu Dipertimbangkan
Badan Legislasi (Baleg) DPR telah memulai pembahasan revisi UU Kementerian Negara yang dikabarkan akan menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 40, di Ruang Rapat Baleg, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/5/2024). DPR RI sedang menggelar pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Langkah ini diyakini sebagai usaha untuk memperkuat wacana penambahan nomenklatur kementerian dalam pemerintahan Prabowo-Gibran untuk mengakomodasi partai-partai koalisi dalam Pilpres 2024. Namun, hal ini menimbulkan penolakan dari masyarakat.
Kontroversi terhadap revisi UU tersebut muncul karena terlihat hanya untuk memenuhi harapan Prabowo dengan menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 40. Padahal, alasan di balik revisi tersebut adalah karena keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah lama disahkan pada tahun 2011, sehingga dianggap sebagai momentum yang sudah direncanakan. Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menyatakan bahwa revisi UU Kementerian Negara, dalam konteks kelancaran presiden dan wakil presiden dalam membentuk kabinet, sebenarnya hal yang biasa. Jika Prabowo memang ingin mengakomodasi lebih banyak pihak dengan menambah kementerian, revisi UU perlu dilakukan karena saat ini jumlah kementerian dibatasi hanya 34. Namun, menurutnya, DPR dan pemerintah harus mendengarkan aspirasi masyarakat yang menolak hal ini, karena adanya beban keuangan negara yang juga perlu dipertimbangkan.
Ujang menegaskan perlunya pembahasan yang lebih mendalam mengenai kebutuhan penambahan jumlah kementerian di masa depan, dan dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat. Efisiensi anggaran juga perlu diperhatikan. Jika publik keras menolak, aspirasi mereka harus dipertimbangkan karena DPR adalah wakil rakyat dan Prabowo sendiri merupakan pilihan rakyat.
Sumber artikel: https://garudanews24.id/politik/penolakan-publik-atas-polemik-revisi-uu-kementerian-perlu-dipertimbangkan/