Jakarta- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menepis adanya pembengkakan biaya pada LRT Bali. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati.
Dia membantah pembengkakan biaya tersebut karena proses pembangunannya bahkan belum dimulai. Adita menyebut saat ini proyek itu sudah sampai pada studi kelayakan atau feasibility study pembangunan LRT di Pulau Bali.
“Informasi dari mana? Belum dimulai (pembangunannya). Belum, belum nanti kita lihat saja nanti,” kata Adita kepada awak media, di Kemenhub, Jakarta Pusat (19/12/2023).
Adita menambahkan sampai saat ini studi kelayakan proyek ini sudah dilakukan oleh Korea Selatan. Untuk itu, biaya pasti yang dibutuhkan belum dikeluarkan.
Rencananya, proyek pembangunan perkeretaapian ini akan didanai melalui skema bantuan atau Official Development Assistance (ODA). Namun, hingga saat ini pemerintah belum menetapkan negara mana yang akan menggarap proyek tersebut.
Dia menegaskan Korea Selatan belum tentu menjadi pengelola proyek ini. Pasalnya, mereka harus melalui proses tender terlebih dahulu untuk menentukan siapa yang menggarapnya.
“Tapi memang studinya sudah dilakukan oleh Korea Selatan. Nanti akan dikelola Korea Selatan tentu harus ada proses tender sesuai dengan proses governance yang ada. Bukan berarti kemudian akan dioperasikan dan dibangun oleh Korea Selatan,” lanjutnya.
Sebelumnya, Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) mengungkapkan pembangunan LRT Bali kemungkinan akan dilakukan secara underground alias bawah tanah. Hal ini diungkapkan langsung oleh Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Ervan Maksum.
Namun, menurut Ervan pembangunan yang dilakukan lewat bawah tanah ini membuat pembiayaan proyek LRT Bali menjadi menantang. Pasalnya, pembangunan LRT di bawah tanah biayanya bisa sampai 3 kali lipat daripada pembangunan jalur LRT sejajar dengan jalan ataupun dibangun layang.
“Nah kalau ke bawah itu bisa 3 kali harga kalau di atas. Misalnya dari Bandara Ngurah Rai ke Kuta itu Rp 5 triliun, padahal nggak sampai 4,9 kilometer pak. Karena lewat bawah mahal sekali,” ungkap Ervan.
Kebutuhan investasinya sendiri ditulis sebesar US$ 592,28 juta. Bila dikonversikan ke kurs terkini jumlahnya sekitar Rp 9,10 triliun (kurs Rp 15.370). Bila dihitung per kilometernya jumlahnya kira-kira Rp 1,71 triliun.
Lihat juga Video: MRT-LRT Tak Untung, Jokowi: Itu Keputusan Politik, Bukan Ekonomi Perusahaan
[Gambas:Video 20detik] (kil/kil)