Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan pentingnya Indonesia memiliki Undang-Undang keamanan dan Ketahanan Siber. Mengingat kini dunia tengah memasuki era Internet of Military Things/Internet of Battlefield Things.
Hal ini disampaikan pada acara Seminar Nasional HUT ke-78 Perhubungan TNI Angkatan Darat, di Pusat Pendidikan Perhubungan (Pusdikhub) TNI AD, Cimahi. Ia mengatakan operasi militer saat ini bisa dikendalikan dari jarak jauh dengan lebih cepat, tepat, dan akurat, meningkatkan fungsi perangkat militer menjadi lebih efektif dan optimal. Sebagai contoh, bisa dilihat pada perang Rusia – Ukraina maupun perang Hamas – Israel.
Internet of Military Things juga menunjukkan bahwa dunia semakin larut menghadapi perang generasi V (G-V) siber dengan center of gravity pada data dan informasi. Menghadapi G-V, Singapura, Jerman, dan Tiongkok adalah contoh negara yang telah membentuk Angkatan Siber sebagai matra tersendiri. Pasukan Siber Tiongkok diprediksi yang terbesar di dunia, bisa mencapai 145 ribu personel.
“Indonesia tidak boleh ketinggalan. Karenanya pembuatan Angkatan ke-IV, Angkatan Siber (AS) sebagaimana diusulkan Lemhannas RI, menjadi keniscayaan. Sehingga bisa memperkuat Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU). Mewujudkannya, terlebih dahulu bangsa Indonesia perlu amandemen kelima konstitusi untuk mengubah ketentuan pasal 10 dan pasal 30 ayat 3, sehingga TNI tidak hanya terdiri dari AD, AL, dan AU. Melainkan ditambah dengan Angkatan Siber (AS),” ungkap Bamsoet.
Ia juga menerangkan seandainya hal ini tidak segera diantisipasi, maka dampak yang dihasilkan dari perang G-V bisa lebih dahsyat dibandingkan empat perang lainnya. Dengan kekuatan siber yang dikendalikan dari jauh, sebuah negara bisa melumpuhkan objek vital negara lainnya, seperti pembangkit listrik, cadangan minyak, hingga operasional alutsista militer.
“Bahkan lebih mengerikan, alat tempur seperti pesawat dan kapal selam di remote dari luar negeri untuk melakukan serangan seperti melempar bom tanpa bisa dikendalikan oleh kita. Hal seperti itu bisa saja terjadi. Saat ini saja, jika kita melaporkan kehilangan handphone, dari kantor pusat bisa langsung di destruct sehingga si pencuri tak bisa menggunakan. Karena itu, kedepan saat membeli alat tempur atau sarana prasarana critical infrastructure dari luar negeri, beberapa codingnya harus diganti melalui Angkatan Siber. Sehingga pabrikan asalnya tidak lagi punya kendali penuh. Hal ini untuk meminimalisir anasir jahat dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” pungkas Bamsoet.