Putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden menuai kritik dari berbagai pihak. Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang menambahkan klausul “pernah atau sedang menjabat kepala daerah”, memunculkan debat di ruang publik.
Putusan tersebut dikritik karena dianggap menguntungkan dan memberikan jalan bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto. Dugaan konflik kepentingan timbul setelah Ketua MK Anwar Usman, paman Gibran, turut serta dalam keputusan tersebut.
Hasil putusan tersebut kemudian diikuti dengan pemeriksaan pelanggaran etik oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap sejumlah hakim. Di antara mereka, terdapat Anwar Usman yang mendapat banyak laporan terkait konflik kepentingan. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari, mengatakan belum dapat memprediksi apakah jika Anwar Usman terbukti bersalah akan berdampak pada posisi calon wakil presiden Gibran.
Sebelumnya, KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Kementerian Dalam Negeri, dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2023. Perubahan tersebut mengatur batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.
PKPU yang akan diubah adalah Pasal 169 huruf q Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Disesuaikan dengan putusan MK No. 90/2023, syarat usia calon presiden dan wakil presiden minimal 40 tahun atau pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pemilihan umum.
Pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden dipertanyakan karena ia mendaftar sebelum dilakukannya revisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023 yang mengatur batas usia calon presiden 40 tahun. Sementara usia Gibran masih 36 tahun. Hasyim menyatakan akan berkonsultasi dengan pihak yang berwenang jika ada keputusan MKMK yang mempengaruhi situasi tersebut.
Menurut Hasyim, putusan MK dinyatakan final dan mengikat (final and binding). Tidak ada upaya hukum yang dapat membatalkan putusan tersebut. Namun, apakah keputusan yang diambil oleh MKMK akan berdampak pada putusan MK, Hasyim belum mengetahuinya. Oleh karena itu, keputusan apapun dari MKMK akan dikonsultasikan lebih lanjut.